Jumat, 23 Januari 2009

ANTIBIOTIK

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Bioteknologi merupakan disiplin Ilmu yang mencakup biologi molekuler, genetika, biologi sel, mikrobiologi, biokimia dan teknik kimia. Bioteknologi bertujuan untuk mentransformasi fungsi biologis sel ke dalam proses industri. Di Indonesia, transformasi tersebut masih menghadapi banyak faktor yang dapat menjadi pembatas seperti tersedianya plant. Pembatas operasional seperti air, listrik atau bahanbaku. dan terbatanya tenaga trampil, berpengetahuan dan berpengalaman merupakan faktor yang sangat penting dalam proses transformasi tersebut.

Kemampuan bioteknologi menghasilkan substansi alami seperti antibiotik, enzim, hormon, vitamin, asam amino dan bahan makanan pada skala besar, telah membuka kemungkinan mengembangkan zat-zat lainnya. Adanya kenyataan bahwa bakteri, yeast dan jamur berfilamen mempunyai masa regenerasi sangat pendek menjadikan mereka organisme yang ideal untui riset dan produksi berbagai substansi. Reaksi ini dapat dikendalikan ke arah tertentu dengan menseleksi organisme dan pengontrolan faktor lingkungan secara tepat. Keberhasilan manusia memanipulasi struktur gen pada saat ini, memungkinkan transfer gen terseleksi berkemampuan tinggi ke mikroorganisme yang jelas identitasnya dan mudah dikembang biakkan. Misalnya bakteri Escherichia coli, organisme sederhana ini setelah dimanipulasi dapat memproduksi human insulin di dalam fermentor. Hasil teknologi genetika ini dan produk-produk lain seperti interferon, antiliodi monoklonal, saat ini telah menjadi bagian bioteknologi modem.

Di dalam plant produksi, fermentasi merupakan bagian pokok dari proses, misalnya produksi antibiotik. Fermentasi pada dasarnya merupakan pendayagunaan mikroorganisme yang aktif secara biologis. Untuk mentransformasi substrat menjadi produk yang dikehendaki, suatu mikroorganisme harus dimanupulasi dan pengontrolan kondisi lingkungan seperti temperatur, pH, oksigen terlarut merupakanbagian yang penting dalam fermentasi.
Penemuan antibiotika terjadi secara tidak sengaja, ketika Alexander Fleming, pada tahun 1928, lupa membersihkan sediaan bakteri pada cawan petri dan meninggalkannya di rak cuci sepanjang akhir pekan. Pada hari Senin, ketika cawan petri tersebut akan dibersihkan, ia melihat sebagian kapang telah tumbuh di media dan bagian di sekitar kapang bersih dari bakteri yang sebelumnya memenuhi media. Karena tertarik dengan kenyataan ini, ia melakukan penelitian lebih lanjut terhadap Kapang tersebut, yang ternyata adalah Penicillium chrysogenum syn. P. notatum (kapang berwarna biru muda ini mudah ditemukan pada roti yang dibiarkan lembab beberapa hari). Ia lalu mendapat hasil positif dalam pengujian pengaruh ekstrak kapang itu terhadap bakteri koleksinya. Dari ekstrak itu ia diakui menemukan antibiotik alami pertama: penicillin G.
Sampai saat ini telah ditemukan lebih dari 3000 anti biotik, namun hanya sedikit saja yang diproduksi secara komersil, Beberapa antibiotik telah dapat diproduksi dengan kombinasi sintesis mikroorganisme dan modifikasi kimia, antara lain: golongan penisilin, sefalosporin, dihidrostrep-tomisin, klindamisin, tetrasiklin dan rifamisin. Bahkan ada yang telah dibuat secara kimia penuh misalnya: kloramfenikol dan pirolnitrin

B. MIKROORGANISME, SUBTRAT DAN PRODUK
Mikroorganisme penghasil antibiotik meliputi golongan bakteri, aktinomisetes, fungi dan beberapa mikroba lainnya. Kira-kira 70% antibiotik dihasilkan oleh aktinomisetes, 20% fungi dan 10% oleh bakteri. Streptomyces merupakan penghasil antibiotik yang paling besar jumlahnya. Bakteri juga banyak yang menghasilkan antibiotik terutama Bacillus. Namun kebanyakan antibiotik yang dihasilkan bakteri adalah polipeptid yang terbukti kurang stabil, toksik dan sukar dimurnikan. Antibiotikyang dihasilkan fungi pada umumnya juga toksik, kecuali grup penisilin.

Komposisi subtrat dan kondisi lingkungan merupakan faktor yang sangat penting bagi keberhasilan proses fermentasi. Faktor tersebut akan bervariasi tergantung dari organisme yang digunakan dan tujuan fermentasi. Subtrat harus menganung nutrien untuk pertumbuhan, sumber energi, penyusun substansi sel dan biosintesis produk fermentasi. Komponen media yang paling penting yaitu sumber karbon dan nitrogen.

Indonesia yang kaya akan sumber alam yang mempunyai potensi sangat besar dalam menyediakan komponen sebagai subtrat fermentasi terutama fermentasi antibiotik seperti: kedelai, jagung, kentang, dan berbagai bahan alami lainnya, karena bahan tersebut mengandung berbagai nutrien yang diperlukan bagi mikroorga-nisme sebaga sumber karbon, nitrogen, vitamin, asam amino, garam anorganik dan faktor pertumbuhan.

Sebagian besar pruduk antibiotik yang dihasilkan oleh berbagai organisme untuk membunuh organisme lain seperti: Pnicilin, streptomycin dan Quinolones. Antibiotik bekerja untuk menggagagu aktivitas bakteri tanpa menggagu sel-sel tubuh manusia.


















BAB II
MIKROBIOLOGI

Antibiotik merupakan substansi yang dihasilkan oleh mikroorganisme, dalam konsentrasi rendah antibiotik mampu menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lain. Setiap antibiotik mempunyai aktivitas penghambatan hanya terhadap grup kuman spesifik, yang disebut spektrum penghambat.

Pada siklus hidupnya yang normal, organisme akan tumbuh dalam medium yang sesuai dan menghasilkan jumlah sel maksimum, setelah itu berhenti pertumbuhannya, dan memasuki fase stasioner, akhirnya diikuti oleh kematian sel vegetatip atau pembentukan spora. Pada stadium ini, setelah sel-sel berhenti membelah, metabolit sekunder mulai diproduksi. Metabolit sekunder sering diproduksi dalam jumlah besar dan kebanyakan disekresikan ke dalam medium biakan. Kebanyakan antibotik merupakan metabolit sekunder, tetapi ada artibiotik sebagai hasil metabolit primer, sehingga antibiotik terbentuk selama pertumbuhan organisme,minsalnya antibiotic polipeptid Nisin. Antibiotik terutama dihasilkan oleh mikroba yang mempunyai kemampuan sporulasi. Pada Bacilli, produksi antibiotik terjadi pada awal pembentukan spora.

Sumber mikroorganisme penghasil antibiotik antara lain berasal dari tanah, air laut,lumpur, kompos, isi rumen, limbah domestik, bahan makanan busuk dan lain-lain. Namun kebanyakan mikroba penghasil antibiotik diperoleh dari mikroba tanah terutama streptomises dan jamur. Mikroorganisme penghasil antibiotik meliputi golongan bakteri, aktinomisetes, fungi, dan beberapa mikroba lainnya.

a. Bakteri
Di lingkungan tanah yang mendapat aerasi cukup, bakteri dan fungi akan dominan. Sedangkan lingkungan yang mengandung sedikit atau tanpa oksigen, bakteri berperanan terhadap hampir semua perubahan biologis dan kimia lingkungan tanah. Bakteri menonjol karena kemampuannya tumbuh dengan cepat dan mendekomposisi berbagai substrat alam.
Ada berbagai macam pengelompokan bakteri, salah satu penggolongan dilakukan oleh Winogradsky, membagi bakteri menjadi 2 kelompok :
1. Autochthonous atau indigenous.
Populasi bakteri ini tidak berfluktiiasi. Nutrien didapat dari zat-zat organik.tanah dan tidak memerlukan sumber nutrien eksternal.

2. Zymogenous atau organisme yang melakukan fermentasi,
populasi golongan ini paling aktif melakukan transformasi kimia. Populasinya biasanya jarang, tetapi akan tumbuh subur bila ditambah nutrien organik. Organisme ini melakukan fermentasi dengan cepat dan persediaan makanan cepat habis. Populasi organisme ini tetap besar bila persediaan nutrien masih ada dan cepat turun bila sumber makanan berkurang.

Kepadatan dan komposisi bakteri sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, antar lain kelembaban, aerasi, temperatur, zat organik, keasaman dan anorganik. Kebanyakan bakteri bacilli dapat bertahan dalam kondisi yang tidak baik dengan cara membentuk endospora. Endospora dapat ber-tahan karena resistensinya terhadap desikasi yang lama dan temperatur tinggi.

Bakteri yang aktif secara biokimia dapat diperiksa dan diisolasi dengan metode selective culture. Bakteri penghasil antibiotik terutama dari spesies Bacillus (basitrasin, polimiksin, sirkulin), selain itu juga dari spesies Pseudornonas (Pyocyanine), chromobacterium (Iodinin) dan sebagainya. Isolasi bakteri diarahkan pada jenis yang lebih potensiil misalnya Bacillus. Isolasi Bacillus dapat dilakukandengan pasteurisasi suspensi tanah 80°C selama 10 - 20 menit sehingga sel-sel vegetatif akan mati Sedangkan endospora akan bertahan. Keinudian inkubasi aerob akan mengeliminasi jenis organisme pembentuk spora lainnya (klostridia).

b. Aktinomisetes
Aktinomisetes merupakan mikroorganisme uniseluler, menghasilkan miselium bercabang dan biasanya mengalami fragmentasi atau pembelahan untuk membentuk spora. Mikroorganisme ini tersebar luas tidak hanya di tanah tetapi juga di kompos, lumpur, dasar danau dan sungai.

Pada mulanya organisme ini diabaikan karena pertumbuhannya pada plate agar sangat lambat. Sekarang banyak diteliti dalam hubungannya dengan antibiotik. Jenis organisme ini merupakan penghasil antibiotikyang paling besar di antara kelompok penghasil antibiotik, terutama dari jenis streptomyces (Bleomisin, Eritromisin, Josamisin, Kanamisin, Neomisin,Tetrasiklin dan masih banyak lagi). Di samping itu, antibiotik juga dihasilkan dari aktinomisetes jenis Mikromonospora (Gentamisin, Fortimisin, Sisomisin); Nocardia (Rifamisin, Mikomisin) dan lain-lain.

Di alam, aktinomisetes dapat ditemui sebagai konidia atau bentuk vegetatif. Populasi di alam dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kandungan organik, pH, kelembaban, temperatur, musim, kedalaman dan sebagainya. Di daerah iklim panas populasinya lebih besar dari pada daerah dingin. Mikroorganisme ini tidak toleran terhadap pH rendah. Kebanyakan streptomises gagal berproliferasi dan aktivitasnya sangat rendah pada pH 5,0. Pada lingkungan pH tinggi, aktinomisetes mendominasi pertumbuhan mikroorganisme. Di daerah yang diolah dan masih belum dibuka, 70 - 90% populasi aktinomisetes adalah streptomises dan 3/4 isolat streptomises merupakan penghasil antibiotik. Sebagai organisme heterotrop, aktinomisetes memerlukan substrat organik. Beterapa strain mampu mendegradasi pati, inulin dan chitin. Hidrolisis chitin merupakan karakter aktinomisetes. Bahkan Nocardia Sp mampu memetabolisir molekul organik yang tak lazim seperti parafin, fenol, steroid & pirimidin. Strain Mikromonospora mampu mendekomposisi chitin, selulosa,glukosida, pentosan dan mungkin lignin.

c. Fungi
Kebanyakan spesies fungi dapat tumbuh dalam rentang pH yang lebih lebar, dari sangat asam sampai sangat alkali. Populasi fungi biasanya mendominasi daerah asam, karena mikroba lain seperti bakteri dan aktinomisetes tidak lazim dalam habitat asam. Dalam biakan, bahkan fungi dapat tumbuh pada pH 2 -3 dan beberapa strain masih aktif pada pH 9 atau lebih. Sebagai salah satu organisme penghasil antibiotik yangterkenaf yaitu : Penicilium (penisilin, griseoful- vin), Cephalosporium (sefalosporin) serta beberapa fungi lain seperti Aspergillus (fumigasin); Chaetomium (chetomin); Fusarium (javanisin), Trichoderma (gliotoxin) dan lain-lain.

Isolasi fungi sering menggunakan plate count. Pada prinsipnya, suspensi contoh tanah dalam air steril, diinokulasikan pada medium agar spesifik. Untuk menekan pertumbuhan bakteri dan aktinomisetes yaitu dapat dengan mengasamkan media sampai pH 4,0. Ini bukan berarti fungi mempunyai pertumbuhan optimum pada kondisi asam, tetapi untuk mengurangi kompetitor. Selain itu juga dapat menggunakan bakteriostatik seperti penisilin, novobiosin dan sebagainya. Sedangkan pada isolasi yeast, untuk menekan pertumbuhan bakteri dan jamur dapat digunakan sodium propionat. Populasi fungi dipengaruhi banyak faktor antara lain oleh zat organik, anorganik, pH, kelembaban, aerasi, temperatur, musim dan komposisi vegetasi. Komposisi vegetasi sangat mempengaruhi populasi misalnya di daerah yang ditanami gandum (oat) fungi yang menonjol adalah aspergillus, sedangkan penisilium
paling banyak di daerah yang ditanami jagung (corn).

d. Mikroorganisme lain
Mikroorganisme penghasil antibiotik yang utama ialah aktinomisetes, fungi dan bakteri. Berdy (1974) melaporkan bahwa di antara ketiganya, aktinomisetes merupakan produser yang paling banyak, yaitu 2100 antibiotik; 400 antibiotik dihasilkan oleh bakteri, serta 800 antibiotik oleh fungi. Organisme ini lebih mudah ditangani di laboratorium, sehingga lebih mudah untuk memproduksi antibiotik yang berguna dalam skala besar.

Selain aktinomisetes, bakteri dan fungi, juga ada beberapa mikroorganisme yang dapat menghasilkan antibiotik antara lain : protozoa, algae dan lichenes. Berdy (1974) melaporkan ada 23 antibiotik yang dihasilkan oleh algae; 56 oleh lichenes dan 8 oleh protozoa. Lichenes mempunyai laju pertumbuhan lambat dan tidak mudah ditanam dalam medium. Antibiotik yang dihasilkan lichenes hanya dapat diekstrak dari biakan yang tumbuh di alam. Alga juga diketahui menghasilkan antibiotik. Mereka dapat dibiakkan dalam laboratorium namun sangat lambat.
BAB III
FERMENTASI

Fermentasi biasanya menggunakan satu macam mikroorganisme yang telah terseleksi. Namun pada fermentasi dual atau multiple digunakan lebih dari satu mikroorganisme.
Organisme ini dapat diinokulasikan ke dalam substrat secara simultan. Fermentasi ini dilarutkan untuk menghasilkan produk yang tidak dapat dilakukan hanya dengan semacam mikroorganisme saja, atau untuk menghasilkan produk fermentasi yang berbeda tetapi mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi. Sebagai contoh fermentasi untuk memproduksi cuka, pertama yeast diperlukan untuk menghasilkan etil alkohol,kemudian Acetobacter digunakan untuk merubah alkohol menjadi cuka.

Fermentasi dapat dilakukan dengan cara batch per batch atau secara kontinyu. Pada fermentasi batch, pertumbuhan mikroorganisme dan sintesis produk berlangsung dalam media, kemudian setelah sintesis produk maksimum, semua substrat
diambil bersamaan dan dilakukan proses isolasi produk. Pada fermentasi kontinu, media nutrien ditambahkan secara terus menerus, diimbangi dengan pengambilan substrat dari fermentor juga secara terus menerus untuk mendapatkan sel-sel atau produk fermentasi.

Selama fermentasi diperlukan tempat yang berisi media bernutrisi untuk pertumbuhan mikroorganisme, sehingga organisme tersebut dapat berkembang dan menghasilkan produk yang diinginkan. Di dalam laboratorium, fermentasi antibiotik dapat dilakukan dengan berbagai cara antira lain:

1. Pada media padat.
Penelitian mikroorganisme penghasil antibiotik biasanya membutuhkan media padat untuk pertumbuhannya. Misalnya pada waktu skrining, suspensi mikroorganisme terpilih ditumbuhkan pada media padat, setelah inkubasi dalam waktu cukup, aktivitas antibiotik yang dihasilkan dapat diuji terhadap berbagai bakteri indikator. Dalam hal fermentasi antibiotik pada media padat, temperatur dan komposisi media merupakan faktor yang sangat penting dan menentukan keberhasilan produksi antibiotik. Untuk mengontrol temperatur supaya konstan dan sesuai dengan yang dikehendaki, dapamenggunakan inkubator atau alat lain.

2. Pada media cair dengan shaker
Fermentasi antibiotik biasanya menggunakan fermentor untuk pertumbuhan biakan submerged. Namun jika fermentor tidak tersedia, teknik shake flask dapat dipakai untuk menggantikannya, tetapi dengan kondisi lebih terbatas dan kontrol parameter kurang optimum dibandingkan dengan fermentor. Teknik ini biasanya digunakan untuk berbagai percobaan fermentasi pendahuluan sebelum menggunakan fermentor sebenarnya. Sebagai con toh, setelah organisme diperoleh sebagai biakan murni, maka perlu memeriksa karakteristik biokimia atau morfologi mereka dengan menumbuhkannya pada kondisi biakan submerged. Untuk tujuan tersebut teknik shake flask dapat digunakan karena sederhana dan dapat memberikan informasi yang hetguna. lnformasi yang dapat diperoleh dri percobaan dengan teknik ini antara lain, komposisi medium, tingkat aerasi, pola pH dan parameter-parameter yang berkaitan dengan pertumbuhan dan produk yang dihasilkan.

Pengaturan temperatur dapat dilakukan dengan menggunakan inkubator shaker atau dengan meletakkan shaker pada ruangan yang dikontrol temperaturnya misalnya dengan menggunakan heater dan termostat untuk mengontrol temperatur yang diperlukan. Flask dapat menggunakan baffled flask atau plain flask. Pada baffled flask laju transfer oksigen akan lebih tinggi dan biasanya menyebabkan terjadinya buih. Agitasi pada shake flask selain memberikan aerasi juga memungkinkan transfer substrat dan organisme. Pada waktu fermentasi menggunakan shake flask, biasanya akan terjadi kehilangan air
dari medium karena evaporasi. Seperti pernah diamati oleh Solomons (1969) pada medium biakan 100 ml dalamflask. 1000 ml dengan waktu inkubasi 48 jam pada temperatur 37°C, agitasi menggunakan reciprocating shaker laju transfer
oksigen ± 55 m MO/jam, maka kehilangan air mencapai 20%. Untuk mengimbangi kehilangan air ini, ke dalam medium dapat ditambahkan akuades.

Teknik shake flask pertama kali dilakukan oleh Kluyver dan Perquin (1933). Pada dasarnya ada dua macam mekanisme dari teknik ini yaitu:
a. Reciprocating Shaker
Pada alat ini Variasi dapat dilakukan dengan mengatur panjang stroke. Keuntungan alat ini, secara mekanis lebih sederhana dibandingkan rotary shaker. Kecepatannya dapat diatur misalnya 60 ­ 120 stroke per menit. Panjang stroke
juga dapat diatur misalnya 4 ­ 8 cm. Alat ini paling sesuai digunakan untuk menumbuhkan organisme uniseluler bakteri dan yeast.

b. Rptary Shaker
Alat ini bergerak dengan arah melingkar. Variasi dapat dilakukan dengan mengatur panjang radius orbit. Alat ini dianggap sebagai tipe standar karena dapat digunakan untuk menumbuhkan semua mikroorganisme termasuk sel tanaman dan hewan. Alat ini selain mempunyai kekuatan senfrifugal juga harus mampu beroperasi pada kecepatan tinggi. Kecepatan dapat diatur misalnya antara 100-­400 rpm dan radius orbit juga dapat diatur misalnya 1-5 cm.

3. Pada Media Cair dengan Fermentor
Teknik shake flask dengan rotary shaker atau reciprocating shaker merupakan cara konvensional dan berguna pada tahap pendahuluan proses fermentasi, penelitian dan pengembangan dalam laboratorium fermentasi. Namun cara ini akan memberikan estimasi kondisi fermentasi skala besar yang kurang baik mengenai potensi mikroorganisme dalam mensintesis produk. Oleh karena itu untuk mendapatkan estimasi kondisi fermentasi yang ideal perlu menggunakan fermentor volume kecil. Karena kondisi fermentasi dalarn fermentor kecil ini akan lebih menggambarkan kondisi fermentasi skala besar yang sebenarnya.

Fermentor berfungsi menyediakan lingkungan bagi pertumbuhan organisme atau sel di bawah kondisi terkontrol. Dalam industri fermentasi, fermentor harus memungkinkan pertumbuhan dan biosintesis paling baik bagi biakan mikroba (yang bermanfaat bagi industri) dan memberikan kemudahan untuk manipulasi semua operasi yang berhubungan dengan penggunaan fermentor.
Fermentor harus dilengkapi pengontrol dan pengatur kondisi fermentasi misalnya kontrol temperatur dengan mengatur pemanas atau pendingin, kontrol pH dengan menambah asam atau alkali, kontrol agitasi dengan mengatur kecepatan stirrer dan ukuran impeller, kontrol aerasi dengan mengatur aliran gas dan kecepatan stirrer dan sebagainya. Bejana biakan merupakan bagian pokok dari setiap fermentasi,
karena di dalam bejana inilah proses biologis akan berlangsung. Oleh karena itu bejana ini harus terjamin keamanannya selama proses berlangsung dan tahapan operasional dapat dilakukan dengan mudah. Bejana harus cukup kuat untuk menahan tekanan dari media dan udara. Penyusunannya harus tidak terkoreksi oleh produk fermentasi dan tidak melepaskan ion toksik ke media pertumbuhan.

Fermentasi biasanya memerlukan waktu lama. Operasinya dapat berlangsung beberapa hari, bahkan pada fermentasi kontinu dapat berlangsung beberapa minggu. Fermentasi berlangsung pada kondisi aseptik, jadi fermentor harus menjamin sterilitas kandungannya dan terpeliharanya kondisi aseptik selama periode operasi. Demikian juga alat-alat penambah inokulum, antifoam, nutrien, asam atau alkali dan sebagainya harus menjamin kondisi aseptik dan mencegah terjadinya kontam inasi mikroba yang tak dikehendaki.














BAB IV
PEMBAHASAAN

Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotik khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap mutan atau transforman. Antibiotik bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri. Antibiotik berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya. Desifektan membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk hidup Tidak seperti perawatan infeksi sebelumnya, yang menggunakan racun seperti strychnine, antibiotik dijuluki peluru ajaib obat yang membidik penyakit tanpa melukai tuannya. Antibiotik tidak efektif menangani infeksi akibat virus, jamur, atau nonbakteri lainnya, dan Setiap antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam melawan berbagai jenis bakteri. Ada antibiotik yang membidik bakteri gram negatif atau gram positif, ada pula yang spektrumnya lebih luas. Keefektifannya juga bergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut.
1. Macam-Macam Antibiotik
Antibiotika dapat digolongkan berdasarkan sasaran kerja senyawa tersebut dan susunan kimiawinya. Ada enam kelompok antibiotika berdasarkan dari target atau sasaran kerjanya yaitu:
1. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri, mencakup golongan Penicillin, Polypeptide dan Cephalosporin, misalnya ampicillin, penicillin G;
2. Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone, misalnya rifampicin, actinomycin D, nalidixic acid;
3. Inhibitor sintesis protein, mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari golongan Macrolide, Aminoglycoside, dan Tetracycline, misalnya gentamycin, chloramphenicol, kanamycin, streptomycin, tetracycline, oxytetracycline;
4. Inhibitor fungsi membran sel, misalnya ionomycin, valinomycin;
5. Inhibitor fungsi sel lainnya, seperti golongan sulfa atau sulfonamida, misalnya oligomycin, tunicamycin; dan Antimetabolit, misalnya azaserine.
2. Penggunaan Antibiotik
Karena biasanya antibiotik bekerja sangat spesifik pada suatu proses, mutasi yang mungkin terjadi pada bakteri memungkinkan munculnya strain bakteri yang 'kebal' terhadap antibiotik. Itulah sebabnya, pemberian antibiotik biasanya diberikan dalam dosis yang menyebabkan bakteri segera mati dan dalam jangka waktu yang agak panjang agar mutasi tidak terjadi.
Penggunaan antibiotik yang 'tanggung' hanya membuka peluang munculnya tipe bakteri yang 'kebal'. Pemakaian antibiotik di bidang pertanian sebagai antibakteri umumnya terbatas karena dianggap mahal, namun dalam bioteknologi pemakaiannya cukup luas untuk menyeleksi sel-sel yang mengandung gen baru. Praktik penggunaan antibiotik ini dikritik tajam oleh para aktivis lingkungan karena kekhawatiran akan munculnya hama yang tahan antibiotik. Oleh karena itu penyalah gunaan dan pemakaian antibiotik dengan dosis yang berlebihan akan membawa dampak yang buruk bagi kehidupan manusia maupun lingkungan..
3. Seleksi Produktivitas Antibiotik
Pengujian produktivitas antibiotik dari strain yang diisolasi pada media agar miring dapat dilakukan dengan media padat atau cair. Pengujian pada media padat, pada prinsipnya strain tersebut ditumbuhkan pada media agar dan diuji dengan berbagai bakteri indikator. Aktivitas atau produktivitas antibiotik dapat diamati dengan adanya zone hambatan pertumbuhan bakteri indikator tersebut. Caranya strain disuspensikan pada larutan garam fisiologis dan suspensi ini diinokulasikan pada media agar dengan cara taburan. Setelah diinkubasi akan terlihat pertumbuhannya dan media tersebut dipotong kecilkecil. Potongan agar yang ditumbuhi mikroba tersebut diuji produktivitas antibiotiknya tcrhadap bakteri indikator, dengan cara meletakkannya pada media agar yang telah diinokulasi dengan bakteri indikator. Petunjuk adanya aktivitas antibiotik dapat dilihat dengan adanya zone hambatan di sekitar potongan agar.

Bakteri indikator yang sangat peka tentu akan sangat ber-guna karena dapat mendeteksi antibiotik yang sangat kecil, ada berbagai macam bakteri indikator seperti Staphylococcus, Salmonella, Sarcina, Pseudomonas, Bacillus dan sebagainya. Untuk melihat aktivitas antifungi dapat menggunakan Candida sebagai indikator. Pengujian ini sudah dapat menseleksi strain yang mempunyai produktivitas antibiotik untuk selanjutnya dapat diawetkan pada agar miring dan disimpan untuk digunakan pada pengujian-pengujian selanjutnya.

Produktivitas antibiotik juga dapat dilihat pada media cair. Strain dari penyimpanan diinokulasikan ke media cair dalam Erlenmeyer 500 ml. Dengan bantuan shaker seperti rotary shaker dan diinkubasi pada temperatur kamar, setelah 3 -­ 5 hari biakan dapat diuji produktivitas antibiotiknya. Pcngujian terhadap bakteri indikator dapat menggunakan paper disc. Setelah dibasahi dengan filtrat biakan, kertas diletakkan pada media agar yang mengandung bakteri indikator. Sesudah inkubasi semalam produktivitas antibiotik terlihat dengan adanya zone jernih di sekitar paper disc.














BAB V
KESIMPULAN

Pencarian mikroorganisme penghasil antibiotik banyak dilakukan dan tanah merupakan sumber potensial sebagai ladang perburuan. Di antara banyak mikroorganisme yang dicari, aktinomisetes mendapatkan proporsi paling besar karena kebanyakan antibiotik yang ada dihasilkan oleh aktinomisetes, terutama streptomyces. Setiap organisme yang telah diperoleh, memerlukan pemurnian untuk mendapatkan strain yang paling berharga. Strain yang diperoleh dapat ditingkatkan lagi titer antibiotiknya, stabilitas biakan, pertumbuhan maupun sporulasinya.

Subtrat mempunyai peranan yang penting bagi keberhasilan fermentasi antibiotik. Subtrat yang murah, mudah didapat, mudah digunakan dan menghasilkan kuantitas dan kualitas produk optimum tentu sangat didambakan.Subtrat harus mengandung berbagai nutrien yang diperlukan bagi mikroorganisme sebaga sumber karbon, nitrogen, vitamin, asam amino, garam anorganik dan faktor pertumbuhan.

Fermentasi berlangsung dalam fermentor selama beberapa hari dan fermentasi tidak memerlukan banyak tenaga. Manusia dibutuhkan untuk mengatur dan mengontrol kondisi biakan selama fermentasi berlangsung seperti pH, temperatur, aliran udara, oksigen terlarut, antifoam dan sebagainya. Fermentor yang lebih modern telah dilengkapi dengan alat pengukur dan pengontrol kondisi biakan secara otomatis.

Keberhasilan fermentasi selain dipengaruhi kondisi biakan juga tergantung pada persiapan sebelum fermentasi; seperti sterilisasi, pembuatan media, jumlah inokulum yang sesuai dan sebagainya.







DAFTAR PUSTAKA


Alexander M. Introduction to soil microbiology. John Wiley & Sons, Inc. Sydney 1961 : 1 - 84.

Armiger WB, Humphrey AE. Computer applications in fermenta- tion technology. In: Microbial Technology vol II. 2nd ed London Academic Press, Inc. 1979; 375 ­ 401.

Blander RP, Chang LT. Microbial culture selection. In : Microbial technology : Fermentation technology 2nd. ed vol. II, Academic Press, Inc. London 1979 : 243
302.

Bull DN et aL Bioreaction for submerged culture. In: Advances in Biotechnological Processess. London: Alan R. Liss Inc. 1983: 1­30.

Casida LE. Introduction microbiology. London: John Wiley & Son, Inc. 1968: 25­49; 117­135; 221­257.

Dasida LE. Industrial Microbiology, John Wiley and Sons, Inc. London 1968 : 25-75

Davis ND, Olevins WT. Method for laboratory fermentation. In: Microbial Technology vol H. 2 nd. ed. London Academic Press, Inc. 1979: 303­29

Lechevalier HA. Screening for new Antibiotic Procedures : The Selection of wild strains. In : The Future of Antibiotherapy and Antibiotic Research, Academic Press. Sydney 1981 : 375-88.

McCoy EF. Selection and maintenance of cultures. In : Industrial Fermentation vol. II, Chemical Publishing co, Inc. New York 1954 : 479--90.

Perlman D. Microbial Production of Antibiotics. In : Microbial Technology 2nd. ed. Vol. I; Academic Press, Inc. London 1979 : 241-80.

Solomons GL, Nyiri LK. Instrumentation of fermentation systems. In: MicrobialTechnology vol II. 2 nd. ed. London Academic Press, Inc. 1979: 1-70.

Tannen LP, Nyiri LK. Instrumentation of fermentation systems. In: Microbial Technology vol II. 2nd. ed. London Academic Press, Inc. 1979: 331­74.

Zahner H, Maas WK. Biology of antibiotics. Springer -Verlag New York Inc. 1972 : 1-61.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar